SEJARAH

17 Maret 2012

Senjata pemusnah pesawat tempur musuhitu virus

Jakarta -
Angkatan Udara Amerika Serikat
dan China sama-sama
mengembangkan jaringan kesenjataan untuk menyerang dan
memusnahkan pesawat terbang. Para
spesialis peperangan elektronika tahu
bahwa teknologi ini ibarat pedang bermata
dua. China, menurut satu situs, telah bekerja
keras mewujudkan sistem kesenjataan
canggih itu. Pada beberapa kasus, mereka
menghadirkan sistem serupa yang dimiliki
Amerika Serikat untuk menyerang pesawat
terbang musuh bernilai tinggi yang ditujukan untuk peringatan dini, pengintain
elektronika, komando dan kendali perang,
serta intelijen. Petinggi di Angkatan Udara Amerika Serikat
menyatakan, hal itu adalah metode siber
untuk mengalahkan pesawat terbang.
Sistem itu dipercaya "telah ada di luaran
sana". Karena itulah Pentagon menegaskan
untuk mendorong kebolehan dan teknologi penyerangan jaringan, baik untuk ofensif
ataupun defensif. Di sisi lain, Rusia dan China juga telah
merancang pijakan perang elektronika
spesifik untuk mengincar semua aset
bernilai tinggi Amerika Serikat. Serangan
elektronika bisa menjadi metode bagi sistem
penetrasi implan virus. Untuk memunahkan serangan seperti ini, harus terlebih dahulu
dituntaskan cara kerja sistem itu. Biasanya, sistem serangan itu diketahui
memancarkan sinyal. China membuktikan hal
itu, mereka memiliki perangkat serang
dimaksud, baik berlandasan di darat atau
dipasangkan pada pesawat tempur. Mereka
mendedikasikan alat-alat perang berbasis elektronika itu untuk merontokkan pesawat
komando dan peringatan dini EC-3 AWACS,
E-8 Joint Stars, atau P-8 patroli maritim. Angkatan Udara Amerika Serikat enggan
mengungkap rincian sistem kesenjataan
model baru itu, kecuali bahwa mereka telah
mengujicobakan sistem Suter. Suter memakai
cara pemancaran data berisikan algoritma
untuk menginvasi sistem pertahanan udara terintegrasi melalui antena-antenanya. Pancaran data itu, dihasilkan dari dalam
EC-130 Compass Call, varian C-130 Hercules
yang dirancang untuk peperangan
elektronika. Suter mampu menangkap
gambaran jaringan radar lawan, mengambil
alih pengendalian sistem itu, dan malah menyerang balik melalui tautan komunikasi
komunikasi nirkabel. Lebih lanjut, perubahan atau dampak
sebagai produk dari serangan elektronika
pada sistem pertahanan udara lawan
dimonitor melalui pesawat terbang RC-135
Rivet Joint, satu pesawat terbang intelijen
signal. Hal ini telah dipraktekkan di Irak dan Afghanistan untuk melumpuhkan sistem
telefon nirkabel yang banyak dipakai
sebagai kendali bom rakitan. Akan tetapi, sistem yang digotong dalam
EC-130 Compass Call itu punya sisi kelemahan
karena wahana pengangkutnya
berkecepatan rendah dan bodinya besar
sehingga sangat mudah ditembak dari darat,
bahkan melalui sekedar rudal panggul personel saja. Pemecahannya, bekali F-22, F-35, EA-18G and
F/A-18E/F dengan radar yang lebih baru,
berdaya jangkau jauh, dengan performansi
active electronically scanned array (AESA).
Perangkat ini merupakan bagian dari
perangkat serang dan invasi berbasis jaringan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

jangan lupa komentarnya,mas bro dan mba br0.